-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

RESILIENSI PERBANKAN KUAT DUKUNG PERTUMBUHAN EKONOMI NASIONAL

Minggu, 24 Agustus 2025 | 09.59 WIB | Last Updated 2025-08-24T16:59:33Z
Jakarta – Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyampaikan bahwa sektor perbankan Indonesia menunjukkan daya tahan yang kuat di tengah dinamika perekonomian dan politik global. Kinerja perbankan diproyeksikan tetap stabil meskipun terdapat perlambatan pertumbuhan kredit yang sejalan dengan siklus ekonomi.

Industri perbankan Indonesia masih menunjukkan resiliensi yang kuat dengan kinerja yang positif terhadap dinamika global yang terjadi. Pada Juli 2025, kredit perbankan tetap tumbuh solid sebesar 7,03 persen yoy, didukung oleh kualitas aset yang tetap baik dengan NPL terjaga di level 2,28 persen dan Loan at Risk (LaR) menurun menjadi sebesar 9,68 persen.

Pertumbuhan kredit juga masih dibarengi dengan pertumbuhan kredit investasi yang meningkat 12,42 persen yoy dengan didorong oleh sektor berbasis ekspor (pertambangan, perkebunan) serta transportasi, industri, dan jasa sosial. Pertumbuhan kredit tersebut masih sejalan dengan sektor yang menjadi penopang pertumbuhan di kuartal kedua 2025.

Sementara itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) tercatat tumbuh sebesar 7 persen yoy sehingga turut menjadi salah satu faktor pendorong penguatan likuiditas perbankan. Selanjutnya, kondisi likuiditas perbankan terpantau memadai diperkuat dengan kondisi permodalan yang solid serta risiko kredit yang terjaga. Kondisi tersebut tecermin dari rasio AL/NCD dan AL/DPK masing-masing sebesar 119,43 persen dan 27,08 persen, masih di atas threshold masing-masing 50 persen dan 10 persen.

Kondisi likuiditas yang membaik juga menunjukkan bahwa kinerja perbankan tetap kuat dengan ditopang implementasi tata kelola yang baik serta mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan fungsi intermediasi yang diproyeksikan dapat tetap mencatatkan pertumbuhan didukung dengan beragam sentimen positif.

Sementara itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) tercatat tumbuh sebesar 7 persen yoy sehingga
turut menjadi salah satu faktor pendorong penguatan likuiditas perbankan. Selanjutnya,
kondisi likuiditas perbankan terpantau memadai diperkuat dengan kondisi permodalan
yang solid serta risiko kredit yang terjaga. Kondisi tersebut tecermin dari rasio AL/NCD
dan AL/DPK masing-masing sebesar 119,43 persen dan 27,08 persen, masih di atas
threshold masing-masing 50 persen dan 10 persen.

Kondisi likuiditas yang membaik juga menunjukkan bahwa kinerja perbankan tetap kuat
dengan ditopang implementasi tata kelola yang baik serta mengedepankan prinsip kehati-
hatian dalam menjalankan fungsi intermediasi yang diproyeksikan dapat tetap
mencatatkan pertumbuhan didukung dengan beragam sentimen positif.
Berdasarkan data Juni 2025, permodalan perbankan juga masih solid dengan CAR yang
terjaga tinggi sebesar 25,81 persen, menunjukkan kesiapan perbankan dalam menyerap
potensi risiko yang muncul ke depannya, terutama di tengah kondisi global yang volatile.

Penurunan Suku Bunga
Seiring penurunan suku bunga acuan (BI Rate), suku bunga kredit perbankan juga
menunjukkan tren menurun. Pada Juli 2025, rata-rata tertimbang suku bunga kredit
rupiah turun 7 bps dibanding tahun sebelumnya, terutama pada kredit produktif.
Umumnya, penurunan BI Rate akan diikuti penurunan bunga kredit dengan jeda waktu
tertentu, sehingga diperkirakan tren penurunan masih berlanjut sepanjang 2025.
OJK menilai masih terdapat ruang penurunan suku bunga kredit lebih lanjut, sejalan
dengan ekspektasi penurunan suku bunga global di paruh kedua 2025 dan penurunan
BI Rate menjadi 5 persen per 20 Agustus 2025. Namun, penurunan suku bunga
bergantung pada struktur biaya dana (Cost of Fund/CoF) tiap bank, karena sebagian
masih mengandalkan dana mahal (time deposit) dalam komposisi DPK. Oleh karena itu,
bank perlu mengelola strategi pendanaan, khususnya dengan meningkatkan porsi dana
murah, untuk menciptakan ruang penurunan bunga kredit yang lebih signifikan.


OJK terus mengimbau agar bank dapat secara bertahap menyesuaikan tingkat suku
bunganya, agar tetap sejalan dengan kondisi pasar, rasio keuangan yang sehat dan tidak
menciptakan persaingan bunga yang kurang sehat. Industri perbankan nasional juga
diminta untuk tetap menjaga transparansi dan perlindungan konsumen dalam
menyampaikan informasi terkait produk perbankan.


Hasil revisi Rencana Bisnis Bank Umum (RBB) pada paruh pertama 2025 menunjukkan
adanya penyesuaian target menjadi lebih konservatif akibat perubahan kondisi
makroekonomi dan dinamika global.
Meski demikian, OJK memproyeksikan kinerja perbankan 2025 tetap stabil dengan
pertumbuhan kredit yang sedikit termoderasi dari target. Hal ini sejalan dengan langkah
bank untuk tetap berhati-hati dalam menyalurkan kredit, khususnya pada segmen
berisiko tinggi, namun tetap ekspansif pada sektor-sektor yang berkontribusi besar
terhadap perekonomian dan memiliki prospek baik.


Hasil Survei Orientasi Bisnis Perbankan OJK (SBPO) pada triwulan III 2025 menunjukkan
bank umum memiliki persepsi yang optimis. Hal ini didorong oleh ekspektasi bahwa
kondisi makroekonomi domestik akan membaik sehingga akan berdampak positif
terhadap kinerja perbankan, serta keyakinan bahwa bank cukup mampu mengelola
risiko.
Ekspektasi kinerja perbankan pada triwulan III-2025 tetap optimistis, melanjutkan tren
positif dari triwulan sebelumnya. Optimisme ini ditopang oleh proyeksi pertumbuhan
Dana Pihak Ketiga (DPK) dan penyaluran kredit yang mendorong peningkatan laba serta
permodalan bank. Keyakinan tersebut juga sejalan dengan membaiknya kondisi
makroekonomi domestik dan langkah bank dalam memperluas ekspansi kredit sesuai
target RBB. Selain itu, penurunan BI Rate pada Mei dan Juli 2025 menjadi 5,25 persen
turut menurunkan biaya kredit sehingga berpotensi meningkatkan permintaan debitur.
Dari sisi penghimpunan dana, DPK diperkirakan tumbuh sejalan dengan upaya bank
memperkuat sumber pendanaan untuk mendukung ekspansi kredit dan menjaga
likuiditas. Pertumbuhan ini didorong oleh peningkatan dana dari nasabah korporasi,
strategi peningkatan dana murah, serta masuknya dana pemerintah pusat ke bank
daerah pada triwulan III-2025.
Selanjutnya, OJK meminta perbankan untuk senantiasa menerapkan strategi yang
adaptif dan inovatif dalam menghadapi berbagai perubahan kondisi makroekonomi. Hal
tersebut bertujuan tidak hanya untuk menjaga stabilitas sistem keuangan namun juga
menggerakkan roda perekonomian dan menjadi pilar penting untuk terus mendukung
pemulihan dan pertumbuhan ekonomi yang sehat dan berkesinambungan.
OJK selaku otoritas perbankan akan terus memantau dan melakukan langkah-langkah
yang diperlukan terhadap berbagai potensi gangguan terhadap kinerja bank, gangguan
terhadap stabilitas sistem perbankan, dan kepercayaan publik untuk terus memastikan
kontribusi sektor perbankan terhadap ekonomi Indonesia yang semakin meningkat, dan
tentu saja dengan berkoordinasi dengah berbagai lembaga/kementrian terkait,
khususnya Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
OJK juga menilai bahwa pada semester I-2025, perekonomian global menghadapi
ketidakpastian akibat perang dagang dan ketegangan geopolitik, termasuk penerapan tarif
impor oleh Amerika Serikat serta konflik di Timur Tengah. Kondisi ini menekan
perdagangan global dan memperlambat pertumbuhan ekonomi di berbagai negara,
termasuk Indonesia. Namun, pada paruh kedua tahun 2025, tensi mulai mereda setelah
AS dan sejumlah negara mitra menyepakati penurunan tarif impor, termasuk menjadi 19
persen untuk Indonesia, serta membaiknya situasi geopolitik.
Perkembangan positif tersebut mendorong International Monetary Fund (IMF) merevisi
proyeksi pertumbuhan ekonomi global naik menjadi 3 persen pada 2025 dan 3,1 persen
pada 2026, dari sebelumnya 2,8 persen dan 3 persen. Sejalan dengan itu, proyeksi
pertumbuhan ekonomi domestik juga direvisi meningkat menjadi 4,8 persen pada 2025–
2026 dari sebelumnya 4,7 persen.
Di tengah dinamika global, perekonomian Indonesia tetap solid. Pada kuartal II-2025, PDB
tumbuh 5,12 persen yoy, lebih tinggi dari perkiraan 4,8 persen. Sektor manufaktur masih
berada di zona kontraksi dengan PMI 49,20, tetapi membaik dari 46,90 pada bulan
sebelumnya. Sementara itu, Indeks Keyakinan Konsumen tetap optimis di level 118,1,


surplus neraca perdagangan berlanjut, dan cadangan devisa tetap terjaga tinggi.[]
close